logo kbm

Sedekah tidak Harus dengan Harta


Pemuda Hafidz Qur'an » Sedekah tidak Harus dengan Harta | Adapun  manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata “Rabbku telah memuliakanku”. Adapun bila rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata “Rabbku menghinaku”. Sekali-kali tidak (demikian). (QS. Al-Fajr : 15 - 17)

Harta adalah ujian...
Dalam dua keadaan, ketika ia adalah ujian pemiliknya, akankan dia bersyukur?! Keetiadaannya juga adalh ujian bagi orang yang tidak memilikinya, apakah dia bersabar?!

Sebagaimana keadaan harta itu bukan pertanda kecintaan Allah atau kemurahan-Nya, demikian pula ketiadaanya bukan pertanda kemurkaan dan kemarahan Allah. Karena keutamaan, kecintaan dan pemuliaan itu berbanding lurus dengan kadar ketakwaan dan aman kebajikan seseorang.

Dan islam memposisikan orang yang berharta (orang kaya) sebagai orang yang bertanggung jawab atas orang-orang yang tidak berpunya lagi fakir, dia seharusnya menanyakan mereka, memeriksakan keadaan mereka, lalu memberinya bantuan, baik berupa moril maupun materiil. Jika tidak, naka sejatinya dia bukannlah penikmat harta benda dan tidak pantas memanggul amanah itu.

Jika orang kaya memberikan pertolongan kepada orang fakir, sebenarnya tidak berarti ia lebih mulia dari orang yang ditolongnya, akan tetapi dia hanya membeeikan hak orang fakir yang memang telah Allah wajibkan kepadanya. Sebagaimana firman Allah swt.

“Dan orang-orang yang dengan hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (tidak meminta).” (QS. Al - Ma’aarij : 24 - 25)

Sedekah itu juga sebagai bentuk penyucian terhadap harta dan jiwa orang kaya dari penyakit kikir dan rakus, dan pembersih bagi si fakir dari penyakit hasasd dan dengki.

Ketika si kaya memberikan sebagian dari hartanya kepada saudaranya yang fakir, maka dengan itu dia mendekatkan diri kepada Allah. Amalan yang termasuk bentuk taqarrub yang paling besar, ibadah yang paling ikhlas, dan sebaik-baik pertanda kesyukuran si kaya, yaitu menafkahkan harta di jalan yang memang diperintahkan oleh Allah.

Adapun bagi si fakir, apabila dia bersabar atas ketetapan Allah, berarti dia juga mendekatkan diri kepada Allah denga kesabarannya, suatu sikap yang Allah janjikan pahala yang tiada batas. Allah berfirman :

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az - Zumar : 10)

Agar kaum fakir tidak merasa ada yang kurang dalam menunaikan apa yang telah diwajibkan oleh Allah dalam bentuk harta, dan segala hal yang pelaksanaannya memerlukan harta, juga agar kaum fakir tidak merasa sedih dan khawatir dan tidak mendapatkan pahala amalan yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh orang-orang kaya, agar hati merasa tentram dengan ketetapan Allah atas keadaan mereka, tidak memandang orang kaya dengan pandangan kedengkian, agar kerinduan mereka  kepada pahala zakat, sedekah haji dan umroh tidak menjadikan  ereka menghalalkan segala cara yang tidak diperkenankan syari’at, maka islam menetapkan berbagai bentuk amal ketaatan dan kebaikan yang bisa menandingi ganjaran amal dengan harta bahkan pahala berlipat tanpa harus bersusah payah dan tanpa kesulitan.

Cemburunya Al-Qur'an

Kalau saja Al-Qur’an punya rasa cemburu,

Ia mungkin iri dengan handphone yang setiap saat hampir selalu dalam genggaman begitu ada pesan langsung dilihat begitu ada telepon langsung diangkat.

Atau ia iri dengan twitter dan facebook yang notifikasinya mampu mengalihkan perhatian yang beritanya dilihat berkal-kali sehari yang kalimatnya dicermati bahkan dinanti.

Atau ia iri dengan teman sejenisnya, novel, majalah, buku-buku yang tebalnya berkali-lipat tapi mampu dilahap dengan singkat.

Kalau saja Al-Qur’an punya rasa cemburu ia bisa saja marah dan memutuskan hubungan dengan pemiliknya karena mereka lalai, tak memprioritaskannya.

Tapi kawan, ‘cemburu’nya Al-Qur’an itu unik, bukan sekedar cemburu karena egois tak diperhatikan ia tak sedih apalagi marah, ia tak berontak, apalagi merengek minta diperhatikan.

Cukup baginya memberi kita pelajaran dengan membuat kita lupa padanya membuat bagian darinya yang telah melekat dalam ingatan meluap satu per satu.

Dan ‘cemburu’ itu lebih menyedihkan dibanding marahnya pihak lain yang cemburu karena saat pihak lain cemburu, bisa jadi mereka hanya marah dan siap membaik saat kita kembali.

Tapi saat Al-Qur’an ‘cemburu’, ia akan meluapkan ingatan kita tentangnya yang membuat kita tertatih, saat ingin kembali padaNya Ia terlalu spesial, yah, Al-Qur’an terlalu spesial untuk dibandingkan dengan apapun, terlalu mahal untuk disejajarkan dengan apapun maka tak ada kamus kata cemburu dalam hidupnya.